Selasa, 19 Januari 2010

Mengkapling-kapling Sumur Minyak

Kampus Akademi Perawat dekat sumur-sumur minyak dan tanki pengumpul minyak di AreaI Pamusian - Kampung Satu/Skip Tarakan TengahSurat Penunjukan Lokasi yang dikeluarkan Walikota Tarakan menyalahi Peraturan Keselamatan Kerja Tambang. Akibatnya, beberapa bangunan didirikan di atas sumur minyak. Suatu tindakan yang merugikan.

Minj Politie Reglement” (MPR) atau yang lebih dikenal dengan “Peraturan Kepolisian Pertambangan”, sudah lama diterbitkan. “Peraturan Keselamatan Kerja Tambang” yang dituangkan dalam Lembaran Negara - Nomor 341 Tahun 1930 itu sampai saat ini belum pernah dicabut. Tetapi, di Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Pertamina Tarakan, Kalimantan Timur atau tepatnya di atas sumur-sumur minyak, banyak bangunan berdiri atas ijin yang diberikan oleh Pemerintah Kota Tarakan.

Ambillah contoh - proyek pembangunan gedung dan rumah Dinas Pengadilan Agama RI di Kelurahan Kampung Empat Tarakan Timur yang sekarang sedang dikerjakan, terdapat beberapa sumur minyak. Rupanya, Walikota Tarakan, yang saat itu dijabat dr H Jusuf Serang Kasim, secara diam-diam atau tanpa pemberitahuan kepada pihak Pertamina, menerbitkan Surat Penetapan Lokasi (SPL) Nomor 590/020/Pem-IX/2007 tanggal 25 September 2007 kepada Mahkamah Agung RI di Jakarta.

Padahal, seperti diketahui, di atas lahan seluas 3.420 M2 pada lokasi dimaksud, terdapat beberapa sumur minyak yang masih produktif. “Sehingga, jika pembangunan kantor dan rumah itu tetap dilakukan, akan memiliki risiko tinggi bagi keselamatan masyarakat dan operasi perusahaan,” tulis Pjs Field Manager Pertamina EP UBEP Tarakan, Maksum Solihin, 15 April 2009, menjawab surat konfirmasi lahan yang dimintakan Pengadilan Agama Tarakan, sebelum memulai pembangunan, 6 April 2009 lalu.

Anehnya, di Area III Pamusian di Jalan Sei Sesayap RT 8 Kelurahan Kampung Empat Tarakan Timur, yang diberikan Walikota Tarakan kepada Mahkamah Agung RI mestinya patut ditolak demi Peraturan Keselamatan Kerja Tambang. Sebab, di lokasi tersebut terdapat beberapa sumur-sumur minyak dan gas yang masih aktif dan produktif. “Jadi, jika Mahkamah Agung sendiri tidak mengindahkan peraturan, apa jadinya Indonesia ini,” komentar seorang penduduk Mamburungan yang sudah lama bermukim di Tawau Sabah Malaysia Timur.

Memang, dalam menangani pengkapling-kaplingan tanah di lokasi sumur minyak yang selama ini dikelola oleh PT Medco menghadapi kesulitan. Semua kasus atau yang disebut gangguan operasional yang dilakukan masyarakat tidak pernah mendapat respon dari Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan.

Contoh ketidakpedulian Pemkot Tarakan itu dibeberkan sejumlah pihak. “Kita melarang pembangunan Kampus Akademi Perawat dan Kantor Departemen Agama yang dibangun di Area I Pamusian di daerah Kampung Satu-Skip Tarakan Tengah. Ternyata kedua bangunan itu sudah memiliki Surat Penunjukan Lokasi yang diterbitkan Jusuf SK sebagai Walikota Tarakan,” beber mantan Humas PT Medco E&P Tarakan, kepada S Leonard Pohan dari Berita Indonesia.

Tapi, itu masa lalu. Selama 30 tahun pengelolaan minyak di bumi “Paguntaka” ditangani perusahaan minyak swasta. Tentu, akan berbeda dengan Pertamina yang sejak 15 Oktober 2008 lalu mengelola Tarakan dan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara. Tidak kurang dari 1.200 sumur-sumur tua hasil pengeboran sejak seratus tahun lalu di pulau seluas 250,80 Km2 ini. Sebelumnya, pola yang dilakukan di Tarakan menggunakan Hydrolic Pumping Unit (HPU) dan Pumping Unit (PU). “Kita sekarang menggunakan ESP (Electrical Sumarsible Pump) sangat cocok untuk perkotaan,” kata Wiko Migantoro, Field Manager Pertamina Unit Bisnis Eksplorasi dan Produksi (UBEP) Tarakan, didampingi Ka Humas, Ernest Winokan. Alat ini kemampuannya lebih akurat atau gras tinggi, hemat listrik, dan relatif lebih aman di permukaan tanah. Itu sebab, alat ini sangat tepat digunakan di Tarakan sebagai kota.

Operasional tambang minyak yang berada dalam kota, harus bersahabat. Persahabatan itu menurut General Manager Pertamina UBEP Sanga-sanga, Tarakan, Satoto Agustono sangat penting. Itu sebab Pertamina lebih banyak lakukan silaturahmi dengan Pemkot. “Program harus kita selaraskan dengan Pemerintah, dengan demikian kita satu visi. Dan, kalau sudah satu visi, apapun bisa kita jalani,” kata Satoto Agustono, di tengah-tengah kesibukannya melakukan safari Ramadhan, puasa lalu.

Satoto Agustono melihat, pengkapling-kaplingan lokasi sumur-sumur minyak yang dilakukan masyarakat menjadi pemukiman, bukan sebagai halangan. “Semua ada aturan, dan kalau aturan itu diikuti tidak ada yang terganggu, malah akan diselamatkan,” katanya politis memberi contoh kalau ada masyarakat bangun rumah dekat sumur, akan diberi tahu, diberi arahan, sehingga kedua belah pihak terselamatkan.

Minyak adalah sumber energi di bawah bumi yang kita tidak tahu kapan dia keluar banyak. “Kita tidak dapat memprediksi, karena ini adalah berkat Allah SWT. Hasil minyak bukan untuk kami, tetapi untuk negara dan bangsa ini. Inilah yang harus kita jaga untuk tidak saling merugikan. Ada aturan di MPR berapa jarak mendirikan bangunan,” kata Satoto Agustono yang punya prinsip, jangan saling merugikan dan menyakitkan. Perlu keterbukaan, maunya apa - ada aturannya. Kalau kita maunya sendiri, itu yang repot. SLP (Berita Indonesia 71)


http://www.beritaindonesia.co.id/daerah/mengkapling-kapling-sumur-minyak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar