Minggu, 17 Januari 2010

PERLUKAH INDONESIA KELUAR DARI OPEC?


 PERLUKAH INDONESIA KELUAR DARI OPEC?


Beberapa minggu lalu disalah satu majalah mingguan
Indonesia ada berita berjudul �Mengkaji jika keluar
dari OPEC�. Dalam berita itu disebutkan, pemerintah
Indonesia sudah membentuk tim khusus yang akan
mengkaji kemungkinan
Indonesia keluar dari keanggotaan OPEC. Tim yang
diketuai oleh Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas ( BPMIGAS) Rachmat Soedibyo
beranggotakan pejabat-pejabat di Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral, Departemen Luar Negeri, dan
Departemen Keuangan. Apakah hasil pembahasan dari tim
yang dibentuk oleh pemerintah tersebut akan
merekomendasikan Indonesia lebih baik keluar dari
keanggotaan OPEC atau tetap menjadi anggota OPEC, kita
belum tahu.

Berikut adalah sedikit gambaran mengenai OPEC dan
beberapa data statistik yang saya kutip dari OPEC
Annual Statistical Bulletin 2003 sehingga para anngota
mail-list ini bisa berkomentar atau menarik
kesimpulan sendiri apa Indonesia perlu mempertahankan
keanggotaannya atau lebih baik keluar dari OPEC.
Sebagaimana yang tercantum pada OPEC Bulletin edisi
November/December 2004, �OPEC is a permanent,
intergovernmental Organization, established in
Baghdad, September 10-14, 1960, by Iran, Iraq, Kuwait,
Saudi Arabia and Venezuela. Its objective is to
coordinate and unify petroleum policies among Member
Countries, in order to secure fair and stable prices
for petroleum producers; an efficient, economic and
regular supply of petroleum to consuming nations; and
a fair return on capital to those investing in the
industry.� Saat ini ada 11 negara yang menjadi
anggota OPEC, yaitu Iran, Iraq, Kuwait, Saudi Arabia
dan Venezuela sebagai founding members; Qatar,
Indonesia, SP Libyan SJ, United Arab Emirates,
Algeria, dan Nigeria sebagai full members. Indonesia
menjadi anggota OPEC sejak tahun 1962. Equador masuk
jadi anggota tahun 1973 dan keluar dari keanggotaan
tahun 1992. Gabon masuk jadi anggota tahun 1975 dan
keluar dari keanggotaan tahun 1995.

Kalau kita terjemahkan secara bebas, tujuan
organisasi ini adalah mengkoordinasikan dan
mempersatukan petroleum policies diantara para Negara
anggota agar terjamin:
1. Adanya harga yang pantas dan stabil untuk produsen,
2. Pasokan yang teratur untuk Negara konsumen yang
dilaksanakan secara efisien dan ekonomis
3. Hasil pengembalian investasi yang wajar bagi
penanam modal.
Seberapa jauh tujuan dari organisasi ini tercapai dan
apakah Indonesia sudah mendapat manfaat , saya kira
para anggota tim punya data yang cukup, namun kalau
kita simak angka2 berikut mungkin kita bisa membuat
penilaian sendiri. Rata2 produksi minyak dunia tahun
2003 adalah 67,1 juta barrel per hari(bph), dimana
produksi dari OPEC adalah 26,9 juta bph atau sekitar
40.1%. Dengan hanya menguasai sekitar 40% dari
produksi dunia, saya kira tidak banyak peranan OPEC
dalam penentuan harga. Indonesia sendiri, pada tahun
2003 produksinya hanya 1,14 juta bph atau sekitar 4%
dari produksi OPEC. Pada tahun 2004 produksi Indonesia
turun lagi menjadi 1,08 juta bph. Dengan pertumbuhan
permintaan dalam negeri sekitar 5% per tahun,
sebenarnya Indonesia sudah menjadi net importer sejak
pertengahan tahun lalu. Penurunan produksi Indonesia
yang
terjadi terus menerus sejak tahun 2000 karena 88% dari
produksinya berasal dari 70 % sumur2 minyak yang sudah
tua ( The Straits Times,February 21,2005).

Kalau dalam waktu singkat tidak ada penambahan proven
reserves minyak yang significant dinegara-negara non
OPEC, ada kemungkinan peranan OPEC dalam penyediaan
minyak untuk dunia makin besar, namun apakah OPEC bisa
mengendalikan harga minyak dunia, tetap merupakan
pertanyaan yang sulit dijawab. Angka proven reserves
minyak yang dimiliki anggota OPEC adalah 891,1 milyar
barrel, atau sekitar 78.3% dari proven reserves minyak
dunia sekitar 1.137,5 milyar barrel. Sayangnya proven
reserves minyak Indonesia sendiri hanya 4,7 milyar
barrel, atau sekitar 0,5% dari proven reserves minyak
OPEC. Dari 11 negara anggota OPEC, Indonesia adalah
pemilik proven reserves minyak yang terkecil, dibawah
Algeria dengan proven reserves minyak sebesar 11,8
milyar barrel. Pemilik proven reserves minyak terbesar
adalah Saudi Arabia sebesar 262,7 milyar barrel,
disusul Iran ditempat kedua sebesar 133,3 milyar
barrel.

Dengan tingkat produksi yang menurun terus menerus
selama lima tahun terakhir ,dan reserves yang hanya
sekitar 0,5 % dari reserves OPEC adalah wajar kalau
kita bertanya seberapa besar efektifitas keanggotaan
Indonesia dalam OPEC, apalagi kalau masih ditambah
dengan keharusan membayar annual membership fee
sebesar $ 2,000,000.00 Kalau kita masih tetap bertahan
menjadi anggota OPEC saya khawatir akan ada yang
ngeledek � punya warung tegal satu aja kok jadi
anggota PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia)

http://www.mail-archive.com/ekonomi-nasional@yahoogroups.com/msg01426.html

1 komentar:

  1. ka jadi maksud dari apakah indonesia perlu terlibat dalam kegiatan OPEC itu apa??

    BalasHapus